By Robin Averbeck

Jika kamu belum mengikuti kasus eksploitasi buruh dan pengrusakan lahan gambut yang dilakukan Indofood, kamu bisa baca disini.

Sekitar waktu yang sama tahun lalu, Rainforest Action Network (RAN), International Labor Rights Forum (ILRF) dan OPPUK masih menduga-duga implikasi dari keputusan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk mengakhiri keanggotaan anak perusahaan kelapa sawit Indofood. RSPO merupakan badan sertifikasi “keberlanjutan” terkemuka untuk industri minyak kelapa sawit. Anak perusahaan Indofood PT London Sumatra ditemukan melanggar lebih dari 20 standar RSPO tapi menolak untuk menyerahkan tindakan korektif yang disyaratkan untuk memulihkan permasalahan tersebut. Kami berharap Indofood akan kembali bergabung ke RSPO dengan rencana perbaikan, apalagi dengan kerugian finansial yang dialaminya, tapi itu tidak terjadi. Bahkan Indofood memilih untuk terus mengeksploitasi buruhnya. Sekarang sudah lebih dari satu tahun Indofood tidak bertindak and sekarang kita rasakan apa yang sudah lama kami duga akan terjadi yaitu serangan balik kepada buruh.

Pelanggaran hak buruh semakin marak setelah Indofood dikeluarkan dari RSPO

Semenjak Indofood diberhentikan dari RSPO pada Maret 2019, pelanggaran hak buruh tidak hanya terus terjadi tapi semakin marak. Intimidasi, pemberangusan serikat dan proses pembuatan Perjanjian Kerja Bersama yang tidak tidak sesuai peraturan telah dilaporkan serikat independen SERBUNDO ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) tingkat Kabupaten dan Provinsi sepanjang 2019.1 Meskipun Disnaker sudah mengeluarkan surat anjuran yang meminta Indofood untuk memulihkan pelanggaran yang dilaporkan, hanya sebagian kecil dari kasus yang dilaporkan terselesaikan.

Baru-baru ini, semenjak COVID-19 mulai melanda Asia Tenggara di bulan Februari, lebih dari 500 anggota SERBUNDO yang bekerja di perkebunan Indofood di Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur telah diberhentikan kerja.2 Sebagian besar adalah buruh harian lepas yang sudah rentan karena harus menyambung hidup dari hari ke hari bergantung pada upah harian tanpa ada kepastian kerja maupun tunjangan dasar seperti jaminan kesehatan. Sekarang Indofood menolak untuk memberikan mereka hak atas pesangon sehingga meniadakan jasa mereka selama bertahun-tahun dan memperburuk kerentanan mereka di saat-saat krisis seperti sekarang.

Disaat pemerintah sibuk menangani pandemi, Indofood mengambil kesempatan ini untuk menyasar serikat independen SERBUNDO yang selama ini bekerja sama dengan RAN, ILRF dan OPPUK untuk mendokumentasikan pelanggaran-pelanggaran yang mereka hadapi di tempat kerja. Lebih dari 20 pengurus basis SERBUNDO telah diberhentikan kerja yang berakibat pada pengurangan kapasitas mereka untuk membela dan mengadvokasi anggota mereka. Anehnya, tidak ada satu pun pengurus serikat kuning dukungan perusahaan yang diberhentikan sehingga menimbulkan pertanyaan apakah ini serangan yang sengaja dituju kepada serikat independen.

Di saat ratusan buruh kelapa sawit diberhentikan kerja, buruh yang “selamat” harus bekerja lebih keras dengan target kerja yang lebih tinggi, penambahan tugas kerja dan harus mengelilingi areal kerja yang lebih luas untuk memanen buah. Buruh yang terus bekerja berada dibawah tekanan dan takut akan kehilangan pekerjaannya jika mereka berbuat kesalahan apapun. Dan walaupun kita berada ditengah wabah COVID-19, para buruh ini tidak diberikan alat perlindungan diri (APD) tambahan seperti masker dan tempat cuci tangan, dan sosialisasi maupun aturan terkait pembatasan sosial tidak diberlakukan. Semuanya berjalan seperti biasa. Berbeda sekali dengan kedermawanan yang Indofood telah tunjukkan melalui sumbangannya bersama perusahaan besar lainnya.

Pada bulan Februari, pemberhentian kerja telah memicu aksi protes ratusan buruh di Sumatera Selatan, sedangkan di Sumatera Utara dua bleas buruh kelapa sawit telah mengajukan gugatan terhadap anak perusahaan Indofood PT London Sumatra di Pengadilan Hubungan Industrial setelah jalur perundingan tripartit melalui Disnaker telah gagal mencapai kesepakatan.3

Gugatan yang diajukan menduga London Sumatra telah melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan, diantaranya, mempekerjakan buruh harian lepas tanpa kesepakatan kerja tertulis, mempekerjakan buruh harian lepas pada pekerjaan yang bersifat tetap, gagal dalam mengangkat buruh harian lepas menjadi pekerja tetap dan pemberhentian kerja yang tidak sesuai peraturan. Gugatan yang dimasukkan juga berargumen bahwa buruh harian lepas dan buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menjadi penggugat seharusnya dipekerjakan sebagai buruh tetap sehingga berhak atas pesangon sesuai ketentuan. Berjalannya gugatan ini secara aktif membantah klaim atas kepatuhan hukum yang Indofood sampaikan kepada bank dan pembelinya.

Klaim Indofood atas kepatuhan hukum tidak kredible

Pada September 2019, RAN menerima asesmen hukum Indofood yang dilakukan oleh firma hukum Hiswara Bunjamin & Tandjung (HBT). Asesmen tersebut bermaksud untuk melakukan tinjauan “independen” terhadap pelanggaran hukum yang menjadi landasan RSPO untuk memutuskan penghentian keanggotaan anak perusahaan Indofood dengan menyatakan bahwa temuan tersebut tidak memiliki dasar. Indofood merupakan klien dari HBT sehingga ada konflik kepentingan yang menghalangi HBT untuk melakukan asesmen ini secara imparsial. Oleh karena itu, asesmen hukum ini tidak dapat dianggap sebagai asesmen pihak ketiga yang independen dan kredible terhadap praktik ketenagakerjaan Indofood, dan tidak membuktikan bahwa pelanggaran hak buruh telah dipulihkan.

Metodologi HBT juga jauh dibawah standar audit ketenagakerjaan terbaik dengan lebih banyak fokus pada tinjauan dokumen dan hanya sedikit melakukan wawancara dengan buruh di lapangan yang pelanggaran haknya telah banyak terdokumentasi. Aksi buruh, meningkatnya pemberhentian kerja, laporan pelanggaran hak buruh kepada Disnaker dan berjalannya gugatan terhadap anak perusahaan Indofood membantah klaimnya atas kepatuhan hukum.

Apa yang bisa dilakukan bank dan merek? 

Praktik Indofood yang kontroversial telah mengakibatkan 15 mita bisnisnya untuk angkat kaki, termasuk Nestlé, Wilmar, Musim Mas, Cargill, Fuji Oil, Hershey’s, Kellogg’s, General Mills, Unilever, dan Mars. Tapi merek besar lain seperti Procter & Gamble, Colgate-Palmolive, Kao, Mondelēz dan PepsiCo terus terlibat walaupun pelanggaran hak buruh yang serius terus terungkap.

Setelah keanggotaan Indofood di RSPO dihentikan, beberapa bank Barat juga telah menghentikan pinjamannya termasuk Standard Chartered, Rabobank dan Citigroup. Bank-bank yang tetap membiayai Indofood termasuk tiga bank terbesar di Jepang yaitu Mizuho Financial Group, Sumitomo Mitsui Financial Group (SMBC Group) dan Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), kemudian ANZ, DBS, CIMB dan bank Indonesia Bank Central Asia dan Bank Mandiri, yang melanggar ketentuan kebijakan pembiayaan milik mereka sendiri.

Dengan ekonomi global yang terdampak wabah COVID, buruh yang rentan seperti buruh harian lepas di perkebunan kelapa sawit Indofood memiliki jaringan pengaman yang paling minim dan menjadi salah satu komunitas yang paling keras terdampak. Buruh kelapa sawit memainkan peran yang esensial dalam perputaran produksi makanan untuk konsumsi global. Tapi dengan lokasinya yang jauh dan tersembunyi dari pantauan publik, menjadi sulit bagi para buruh sawit untuk mengakses program bantuan pemerintah terkait COVID. Korporasi harus turut mengambil tanggungjawab untuk memastikan perlindungan buruh diprioritaskan diatas keuntungan di seluruh rantai pasoknya secara global.

Perusahaan merek global dan bank harus mendorong dan meminta Indofood agar:

  1. Segera menghentikan pemutusan hubungan kerja (dan hanya melakukan pemberhentian kerja sebagai pilihan terkahir).
  2. Mempekerjakan kembali buruh yang diberhentikan kerja atau membayar penuh hak pesangon semua buruh yang diberhentikan termasuk buruh harian lepas setelah kondisi finansial perusahaan diverifikasi oleh akuntan publik.4
  3. Mempublikasi justifikasi dan jumlah total buruh yang diberhentikan kerja dan bagaimana Indofood menyikapi dampak COVID pada tenaga kerjanya.
  4. Berunding dengan SERBUNDO untuk mencari alternatif dari pemberhentian kerja.
  5. Menghentikan pemberangusan serikat dan menghormati kebebasan berserikat.
  6. Berhenti mempekerjakan buruh harian lepas, temporer dan kernet (buruh yang bekerja tanpa hubungan kerja formal).
  7. Kembali ke RSPO dan menanggapi semua pelanggaran yang didokumentasi oleh RSPO dan komplain RAN, OPPUK dan ILRF.

Dalam situasi pandemi global, perusahaan merek global dan bank seharusnya juga5:

  • Menjaga komunikasi yang jelas dan tetap dengan pemasok dan nasabah tentang kepatuhan atas peraturan dan persyaratan pemerintah terkait ketenagakerjaan dalam masa pandemi.
  • Bekerja dengan pemasok dan nasabah untuk mengidentifikasi dukungan finansial yang diberikan otoritas lokal dan menyampaikan informasi tersebut kepada pekerja.
  • Memastikan pekerja memiliki akses terhadap mekanisme pengaduan agar dapat berkomunikasi secara bebas tanpa risiko balas dendam, sebelum, saat dan sesudah pemutusan hubungan kerja (PHK).
  • Membantu pemasok dan nasabah dalam memberikan bantuan penempatan kerja kembali bagi pekerja yang di PHK.
  • Saat krisis mereda dan pekerja dipekerjakan kembali, bekerja dengan pemasok dan nasabah untuk memastikan senioritas pekerja diakui tanpa gangguan.
  • Memberikan bantuan finansial darurat kepada buruh, pemasok dan nasabah saat dan dimana dapat dilakukan.
  • Melaporkan secara publik tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja dan masyarakat lokal di masa COVID-19.
  • Melakukan advokasi untuk perlindungan pekerja di tingkat nasional dan multilateral, menyampaikan dengan jelas dukungan agar perlindungan pekerja dimasukkan ke dalam program bantuan dan stimulus, dan ekspektasi terhadap organisasi multilateral untuk mensyaratkan skema perlindungan sosial yang kuat akibat pandemi. Upaya ini akan diperlukan selama pandemi dan sebaiknya dilanjutkan setelahnya.

Tanggapan Indofood

Dalam menanggapi temuan kami, Indofood klaim bahwa temuan kami “secara faktual salah dan menyesatkan”. Terkait gugatan yang diajukan oleh dua belas buruh terhadap PT London Sumatra, Indofood tidak menyangkal bahwa gugatan tersebut telah dimasukkan tetapi mereka “akan terus mematuhi proses yang telah ditentukan dan menyelesaikannya sesuai hukum yang berlaku”.


 
[1] Surat DPC SERBUNDO kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Selatan Perihal “Pengaduan penghalang-halangan kebebasan berserikat di PT PP Lonsum Tbk”, Agustus 2019.
Surat Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Utara Perihal “Pendaftaran PKB PT London Sumatera”, November 2019.

 
[2] Data keanggotaan SERBUNDO, April 2020.
 
[3] Gugatan No 39/Pdt.Sus.PHI/2020/PN.Mdn (Februari 2020)
Gugatan No 40/Pdt.Sus.PHI/2020/PN.Mdn (Februari 2020)
Gugatan No 41/Pdt.Sus.PHI/2020/PN.Mdn (Februari 2020)
Gugatan No 42/Pdt.Sus.PHI/2020/PN.Mdn (Februari 2020)
Gugatan No 43/Pdt.Sus.PHI/2020/PN.Mdn (Februari 2020)
Gugatan No 44/Pdt.Sus.PHI/2020/PN.Mdn (Februari 2020)
 
[4] Sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia No 13 Tahun 2003 Pasal 164.
 
[5] Diadaptasi dari Issue Brief Fair Labor Association “What should companies do to help protect workers’ livelihoods as the world responds to COVID-19?”